2011-2015??

Selengkapnya...
Rahasia Rumah Di Ujung Jalan
Setiap pukul 06.30 Lina melangkah ke sekolah bersama Adit dan Dessy, mereka selalu melewati sebuah rumah yang berada di ujung jalan rumah mereka, rumah itu adalah rumah kosong, Setiap ada yang lewat, selalu ada suara yang berkata ‘Krik..Krik..’ begitupula ketika mereka lewat.
“Hey, kalian denger suara-suara ga ?” tanya Lina dengan merinding.
“Iya, aku juga denger.” Sahut Dessy.
“Eh, Dit kamu tahu tidak suara apa itu?” Tanya Lina penasaran.
“Ya, konon katanya, rumah itu ada penghuni gaibnya,” Ujar Adit.
“Ah kamu Dit, masih percaya sama yang gituan, mana ada hantu zaman sekarang? paling itu cuman orang iseng yang mau menakut-nakuti kita.” tukas Dessy.
“Benar kok dess, katanya dulu dirumah itu pernah terjadi pembunuhan Karena pertengkaran sepasang suami istri, mereka berdua meninggal dirumah itu.“ kata Adit.
“ I.. serem” ujar Lina ketakutan.
“Mana ada hantu yang bunyinya ‘Krik..Kik..’ hahahah.” Ejek Lina sambil cekikikan.
Mereka pun terus berdebat membicarakan hal tersebut. Sesampainya di kelas mereka masih membicarakan hal tersebut,
“Bagaimana kalau sepulang sekolah nanti kita pergi ke rumah itu ?” tawar Adit.
“Ok, siapa takut!” tantang Dessy dengan senyuman yang merendahkan.
“Bener ya, kita lihat siapa yang paling penakut diantara kita.” Sahut Adit dengan nada penuh keyakinan.
“Aku.. aku ga ikut ya, aku takut.” Ujar dessy dengan tergagap-gagap.
TET…TET… bel masuk pun berbunyi, tidak lama kemudian Bu Heni masuk kedalam kelas.
“Pagi anak-anak.” Ucap Bu Heni,
“PPaagiii Bu guru..” Jawab semua murid dengan semangat.
“Baik anak-anak sekarang kita mulai belajar !”.
Mereka pun belajar seperti hari-hari sebelumnya. Setelah beberapa jam berlalu bel pulang pun berbunyi TET..TET..TET..TET.. horeeeee !!! dengan semangat para murid membereskan bukunya dan keluar kelas.
“Aduh, akhirnya bel juga udah ga sabar pengen ke rumah itu, gimana Des?” tanya Adit dengan wajah girang sambil mempercepat langkahnya.
“Ayuk, tapi kita pulang dulu ya, ganti baju dulu, terus makan dulu.” Tawar dessy yang mengikuti langkah Adit.
“Iya deh, mana Lina ? tanya Adit sebari celingukan.
“Ga tau tuh, tadi dia keluar kelas duluan sambil buru-buru gitu.” Kata Dessy.
“Mungkin dia takut kita ajak ke rumah kosong itu, nonton film horor aja ga berani apalagi yang beneran, dia kan penakut.” Sahut Adit.
“Hush, ga boleh gitu sama teman sendiri mungkin dia ada acara keluarga atau ada keperluan lain.” bela Dessy.
Mereka pun pulang ke rumah mereka masing-masing. Tidak lama kemudian, Adit dan Dessy pun keluar dari rumah mereka dan berjalan menuju rumah kosong tersebut. Betapa terkejutnya mereka melihat Lina didepan rumah kosong tersebut.
“Lina, sedang apa kamu disini? Bukannya tadi kamu pulang duluan?” ujar Dessy dengan terheran-heran.
Lina pun hanya tersenyum melihat ekspresi teman-temannya tersebut, lalu ia pun berkata, “Sini deh, ada yang mau aku tunjukin sama kalian.”
Dengan perlahan ia pun membuka gerbang rumah kosong tersebut dan mulai berjalan masuk. Teman-temannya pun mengikuti Lina dengan terheran-heran.
“Lina, kamu mau masuk kerumah ini?” tanya Adit masih bingung.
Lina tidak menjawab pertanyaan itu dan terus berjalan masuk sampai ia tiba didepan pintu rumah kosong tersebut. Adit dan Dessy pun masih binggung dan merasa ada yang aneh dengan temannya itu. Adit pun berbisik ditelinga Dessy.
“Dess, apa benar itu Lina? Kenapa tingkahnya aneh seperti itu, apa jangan..jangan….”
“Husssh!! ga boleh nuduh kaya gitu, mungkin Lina memang ingin menunjukan sesuatu yang penting pada kita.
“Teman-teman… kesini !” teriak Lina dari depan pintu.
Mereka pun mengikuti perkataan Lina dan berjalan ke depan pintu dengan perasaan ragu-ragu. Sesampainyadidepan pintu Lina pun tersenyum dan berkata,
“Ada yang pengen aku kenalkan pada kalian berdua.”
TOK…TOK… Lina punmengetuk pintu rumah tersebut, dan tidak lama kemudian pintu pun terbuka, saking ketakutannya Andi pun bersembunyi dibelakang bahu Dessy. Keluarlah seorang nenek-nenek dari dalam rumah tersebut. Lina pun berkata,
“Ini lho teman-teman yang ingin akau kenalakan pada kalian.” Ujar Lina dengan penuh semangat.
“ I..ini siapa Lin? Manusia kan? Tanya Adit dengan tergagap-gagap.
“hahaha, Adit..Adit.. ya manusia lah, ini namanya nenek Rosidah, nenek ini yang tinggal disini, jadi ini bukan rumah kosong seperti yang kita anggap.” jelas Lina sambil cekikan, dia tidak bisa menahan tawanya.
“Lalu suara yang sering kita dengar, itu suara siapa?” tanya Dessy masih bingung.
“Itu adalah suaru burung hantu nenek,” ujar Lina.
“Benarkan nek?” tanya Lina meminta penegasan.
“Iya benar nak, itu adalah burung hantu nenek, maaf ya nak sudah membuat kalian ketakutan.” kata si nenek,
“Iya ga apa-apa nek, kenapa nenek tinggal sendiri? “Tanya Adit
“Dan kenapa nenek ga pernah keluar rumah?” tambah Dessy.
“Nenek tinggal disini sendiri karena suami nenek sudah lama meninggal, dan anak-anak nenek tinggal diluar kota, mereka datang kesini seminggu sekali untuk melihat keadaan nenek. Nenek sekarang sudah tua renta, jadi nenek tidak bisa jalan-jalan keluar, untuk berdiri saja nenek sudah susah, apalagi untuk berjalan.”jawab nenek dengan nada terpotong-potong.
“Oh begitu toh, sejak kapan kamu tahu ini Lin? Kenapa kamu tidak memberitahu kami?” tanya Adit dengan nada jengkel.
“Maaf teman-teman, tapi Lina juga baru tahu tadi sepulang sekolah, tadi Lina pulang duluan karena Lina takut untuk pergi kerumah itu, ketika Lina berjalan melewati rumah ini, Lina mendengar teriakan minta tolong, dengan ragu-ragu Lina masuk kedalam rumah dan melihat nenek terjatuh dari tempat tidur, lalu Lina membantunya, begitu teman-teman.” Jawab Lina panjang lebar.
“Ooo, jadi semua cerita tentang rumah ini tidak benar.” Ujar Adit.
“Denger tu Dit, makanya jangan percaya sama hal yang begituan, zaman sekarng tuh udah ga ada hantu lagi.” Ejek Dessy dengan nada penuh kemenangan.
Adit pun senyum-senyum karena malu. Semuanya pun tertawa cekikikan melihat tingkah Adit.
“Anak-anak mari masuk, kita makan bersama sudah lama tidak ada yang datang kemari.” tawar Nenek.
Adit pun lansung masuk paling pertama ke dalam rumah, ketika Adit masuk ada suara ‘lapar..lapar..’, mendengar suara itu Adit pun langsung keluar lagi. Semuanya tertawa melihat perilaku Adit, dengan keheranan Adit pun berkata,
“Suara apa itu?”
“Itu suara burung hantunya Adit.” Kata Dessy sambil menahan tawanya.
Adit pun ikut tertawa bersama.
Keesokan Harinya, ketika mereka akan berangkat sekolah mereka melewati rumah Nenek itu lagi dan mereka semua tertawa membayangkan kembali ketika mereka berdebat tentang rumah itu.
Selengkapnya...
BroKen Home
Jam masih menunjukan Pukul 09.00 pagi, tetapi semua murid sudah berhamburan keluar kelas, memang harii ini sekolahku pulang lebih awal dari biasanya, karena semua guru mengikuti rapat untuk membahas persiapan untuk Ulangan Semester. Aku dan Sisil pun bergegas menuju gerbang sekolah seperti murid-murid yang lain.
“Nna, kamu mau langsung pulang apa mau main dulu?” tanya Sisil.
“Ehm, gimana yah? Kamu mau kemana?” tanyaku membalikan pertanyaan.
“Kamu ini aku yang nanya duluan, malah kamu yang balik nanya.” jawab Sisil dengan nada mengomel.
“Iya deh, aku mau langsung pulang aja deh, kalo kamu?”
“Tumben kamu mau langsung pulang Nna? Biasanya kamu yang paling males pulang ke rumah.” tanya Sisil terheran-heran.
“Iya nih, ga tau kenapa hari ini aku pengen cepet pulang ke rumah.” jawabku.
“Oh, ya udah deh, aku duluan ya!” sahut Sisil sambil meninggalkanku sendirian di depan gerbang sekolah.
“Aduh, mana panas lagi, angkotnya belum ada juga.” Keluhku sambil mengusap keringat yang mulai bercucuran.
Setelah lama menunggu akhirnya angkutannya datang juga, aku pun langsung masuk dan duduk di pinggir. 20 menit kemudian aku telah sampai didepan rumahku, terdengar suara ribut-ribut dari dalam rumah, karena penasaran aku pun mengintip dari jendela. Dari dalam rumah aku melihat Mama dan Papa bertengkar dengan hebat, tak biasanya mereka bertengkar sehebat itu, tadi pagi saja Mama dan Papa masih seperti biasa dan mereka kelihatan baik-baik saja. Aku terus saja mengintip mereka dari kaca Jendela, sepertinya Mama dan Papa sedang meributkan hal yang sangat besar, aku ga tau apa yang sedang mereka ributkan, tapi tak berapa lama aku mendengar kata “Cerai” dari mulut Mama. Mendengar kata itu membuatku sangat shock, aku ga bisa bayangkan bagaimana kalau Papa dan Mama bercerai.
Aku terlalu takut untuk masuk ke dalam rumah, nyali ku menciut, aku tidak kuat mendengar alasan Mama dan Papa. Aku perlu ketenangan dan waktu untuk berpikir. Aku pun berlari keluar, jauh meninggalkan rumah. Aku ga tahu harus pergi kemana, otakku tak bisa berpikir. Karena aku tidak tahu harus pergi kemana, aku pun memutuskan untuk pergi ke danau dekat sekolah.
Sesampainya di danau aku langsung duduk di sebuah bangku yang berada dibawah pohon rindang. Suasana di danau itu sunyi,tak banyak orang yang datang, yang datang ke danau itu bisa dihitung oleh jari. Aku pun tidak menyianyiakan suasana seperti itu, sambil menikmati udara yang sangat sejuk, aku pun mengeluarkan Diary kesayanganku dari tas ransel. Disana aku menulis semua yang terjadi hari ini. Menulis Diary adalah salah satu kegemaranku di waktu senggang, setiap hari sebelum tidur aku biasanya menyempatkan waktu untuk menulis di dalam Diary.
Tidak terasa hari sudah semakin gelap, kulihat jam sudah menunjukan Pukul 5 sore, aku pun bergegas pergi dari danau itu, aku berjalan melewati pepohonan yang mengelilingi danau tersebut. Sekarang aku sudah siap untuk pulang, aku sudah mengumpulkan semua nyaliku untuk bisa melangkahkan kaki lagi di rumah. Setelah turun dari angkutan, aku pun menarik nafas sepanjang-panjangnya dan membuka pagar. Aku memberanikan diri masuk dan berjalan menuju pintu, ketika aku membuka pintu, aku melihat Mama dan Papa masih saja bertengkar. Ketika aku masuk ke dalam rumah, mereka pun berhenti beradu argument, semua mata tertuju padaku. Ketika Mama datang mendekat dan menghampiriku, Aku langsung lari keluar dari rumah.
“Na, Nina tunggu! Mama bisa jelaskan semuanya.” Teriak Mama dari teras rumah dengan nada tersendat-sendat.
Mendengar perkataan Mama, aku berhenti dan menoleh ke belakang, disana aku melihat Mama dan Papa sedang memanggil namaku. Papa berusaha mengejarku, tapi aku terus berlari, semakin cepat dan cepat! Aku tidak ingin ada di rumah malam itu, aku pergi ke rumah Sisil dan menjelaskan semuanya.
“Gitu ceritanya.” ujarku sambil tersedu-sedu.
“Aduh Nna, kenapa kamu ga cerita dari tadi aja sih? Aku kan jadi khawatir sama kamu, tadi Papa kamu nelfon aku dan menanyakan kemana kamu pergi! Kasian Papa kamu sibuk nyari-in kamu!” jelas Sisil.
“Bukannya aku ga mau ngabarin kamu, tapi tadi aku ga bisa mikir apa-apa ,yang ada di otak aku hanya ucapan Mama yang ingin cerai dengan Papa. Sakit Sil, sakit! Aku juga tadi ga tau harus kemana, trus aku kepikiran ke rumah kamu, jadi aku kesini.” belaku.
“Mama kamu ngomongin cerai?” tanya Sisil dengan ekspresi terkejut.
“Iya, tapi aku ga denger banyak, tadi aku ngag sanggup lagi denger adu argument mereka!” jawabku.
“Oh, ya udah yang sabar ya Nna, sekarang kamu mau gimana? Kamu mau pulang ke rumah apa mau nginep disini?” tanya Sisil.
“Ehm.. aku nginep disini aja ya Sil? boleh ga? aku belum siap ngadepin Mama sama Papa.” Jawabku dengan nada memelas.
“Yaudah deh, apa sih yang enggak buat kamu?” goda Sisil.
Aku pun ikut tertawa mendengar ucapan Sisil, Sisil emang pinter banget ngegoda. Orang tua Sisil lagi dinas ke luar kota, jadi dirumahnya cuma ada Sisil dan pembantunya. Sisil pun membawaku ke kamarnya.Di kamarnya aku langsung melemparkan badanku keatas tempat tidur, rasanya tulang-tulangku mau patah dan bumi terasa akan runtuh,
“Nna, kamu tidur ya? Bangun dulu dong, ada hal penting!” ucap Sisil sambil menggoyang-goyangkan tubuhku.
“Iya, iya, biasa aja dong Sil, emangnya ada apa sih? Kayanya penting banget?” tanyaku dengan nada kesal.
“Ini nih, Papa kamu nelfon, aku harus jawab apa?” tanya Sisil panik.
“Wah? Yang bener kamu? Aduh, jawab apa ya? Ehm.”
“Cepetan! Papa kamu dah nelfon 3 kali.” Ujar Sisil.
“Yaudah kamu bilangin aja aku ada dirumah kamu, tapi bilangin jangan di jemput, soalnya malem sekarang aku mau nenangin pikiran atas kejadian tadi, bilangin gitu aja deh, kalo perlu kamu ngarang lagi.” jawabku dengan spontan.
“Iya deh, aku coba.”
Aku pun melempar badanku lagi ke atas kasur, lega banget rasanya! Sekejap aku pun tertidur.
“Nna, bangun!” teriak Sisil.
“Iya, iya, ada apa lagi sih?” tanyaku.
“Ih, sewot amat sih, yaudah aku suruh aja Papa kamu jemput kamu kesini.” bentak Sisil dengan nada kesal.
“Maaf deh, aku tadi ga sengaja ketiduran, abis cape banget, emangnya ada apa Sisil?” tanyaku dengan nada ceria.
“Nah gitu dong, itu baru Nina yang aku kenal.”
“Iya, iya, sekarang apa beritanya?” tanyaku sambil menahan kantuk.
“Gini, tadi aku udah ngomong sama Papa kamu, aku udah kasih tau apa yang kamu ucapin tadi, trus Papa kamu memaklumi hal itu dan ngizinin kamu nginep dirumah aku malam ini, tapi kata Papa kamu besok kamu harus pulang, kalo kamu ga pulang juga, Papa kamu bakal jemput kamu secara paksa.” jelas Sisil panjang lebar.
“Sil, itu kalimat terpanjang yang pernah aku denger dari kamu, haha.” godaku pada Sisil.
“Enak aja, dibantuin malah nyebutin! gimana ngerti ga?
“Sorry Sil, becanda, iya ngerti-ngerti, emang aku anak kecil apa pake acara dijemput segala? tanyaku.
“Meneketehe, emang aku pikirin, itu sih derita kamu, ahhahaha.” tawa Sisil dengan puas.”
“Awas ya! Ucapku dengan nada mengancam.
Kita berdua pun main kejar-kejaran .
“Udah nyerah belom?” tanyaku dengan nada kemenangan.
“Ya belum lah, ngapain aku nyerah sama orang kaya kamu.” ujar Sisil membela diri.
Aku pun langsung mengejar Sisil yang naik keatas lemari untuk ngehindari kejaran aku.
“Kamu licik sampe naik ke atas Lemari.” Teriakku dari bawah dengan nada memprotes.
“Abis kamu ganas sih, bikin orang takut aja.” Jawab Sisil.
Setelah capek bermain kita pun tidur.
***************
Karena hari ini hari sabtu, aku bangun jam 8 pagi, Sisil lebih dulu bangun dari aku, karena hari ini dia harus menjemput orang tuanya di Bandara.
“Udah bangun Nna? nyenyak banget tidurnya? Hihihi.” tanya Sisil dengan nada mengejek.
“Udah dong, iya nih aku cape banget tadi malem.” jawabku.
“Nna, sekarang kan aku mau berangkat ke bandara jemput Orang tua aku, jadi kalo kamu mau apa-apa, kamu minta aja ke Bi Surti, terus kalau kamu mau pulang, kamu harus hubungin aku dulu.” Jelas Sisil.
“Iya tuan Putri.” jawabku.
“Bagus, aku berangkat dulu ya, dadah Nina Jelek.” Ujar Sisil yang berjalan keluar dari kamar.
“Aduh, ga enak juga ya kalau nanti Orang tuanya Sisil udah pulang ngeliat aku ada di rumahnya, aku harus cepet-cepet pergi darisini.” Ucapku dalam hati.
Aku pun bergegas bangun dari tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi. Selesai membersihkan badan, aku langsung turun kelantai bawah. Suasana rumahnya sepi dan sunyi.yang terlihat hanya barang-barang antik yang dipajang di setiap sudut ruangan, berbeda sekali dengan rumahku yang keadaannya berisik. Karena lapar mendera aku langsung menuju Meja Makan, ternyata, makanan pun sudah disiapkan. Aku langsung memakannya dengan lahap. Nasi goreng memang salah satu makanan favorit aku. Setelah selesai makan, aku pun berpamitan dengan Bi Surti.
“Bi, makasih ya, sekarang Nina mau pulang dulu, takut Papa nyari-in lagi.” ucapku.
“Iya non sama-sama, Bibi juga seneng udah ngebantu Non.” Jawab Bi Surti.
“Sekali lagi makasih ya Bi, Assalamualaikum.”
“Sama-sama Non, Waalaikumsalam.”
Aku pun berjalan keluar, sekarang aku ga tau harus kemana, kalau aku pulang aku takut aku belum siap ketemu sama mereka, tapi kalau aku ga pulang aku ga tau harus kemana, apalagi besok mulai Ulangan Umum. Terlintas di otakku untuk pergi ke Perpustakaan Daerah.
“Dari pada aku belajar dirumah ga bakalan konsentrasi, mendingan aku belajar di Perpustakaan,” ujarku dalam hati.
Aku pun bergegas menuju Perpustakaan,Sesampainnya disana, perpustakaan sangat sepi, hanya ada 6 orang didalamnya yang sedang membaca. Setelah aku mendaftar, aku pun masuk ke dalam dan langsung mencari buku. Seingat aku hari Senin itu Ulangan Agama dan PPKN, aku pun mencari bukunya, setelah dapat aku langsung membacanya.
Ketika aku sedang membaca buku, tiba-tiba terdengar suara bunyi telfon, aku pun mencari sumbernya dan ternyata Hpku yang berbunyi,Semua mata tertuju padaku, aku sangat malu sekali dan langsung mematikannya. Setelah selesai membaca buku aku keluar dari Perpustakaan. Aku penasaran siapa yang menelfonku tadi, aku pun mengambil Hp dari tas ransel, dan langsung menhgidupkannya kembali.aku lihat ada 7 miscall dan 8 sms , semuanya dari nomor Mama dan Papa, sambil beristirahat di bangku taman aku pun langsung membaca smsnya satu persatu, semuanya adalah ucapan minta maaf.
From : Papa
Nina, kamu sekarang ada dimana? Tadi Papa sama Mama udah
jemput kamu ke rumah Sisil tapi kamu udah pulang. Mama khawatir
sekali sama kamu. Kamu pulang ya nak!
Melihat semua sms dari Mama dan Papa, aku pun bergegas pulang kerumah, aku ga mau bikin Mama sama Papa khawatir lagi. Angkutan yang aku tunggu-tunggu ga juga datang, aku pun bertanya kepada Bapak Polisi yang sedang bertugas,
“Pak, kalo angkutan yang jurusan ke Lebak Bulus pada kemana ya, dari tadi saya nungguin tapi ga lewat-lewat.” Tanyaku.
“Oh, angkutan yang jurusan ke Lebak Bulus ya de? yang jurusan Lebak Bulus sekarang lagi demo di Bundaran HI.” Jawab Pak Polisi.
“Oh, gitu ya Pak, kalau begitu terimakasih Pak.”
“Iya, sama-sama de.”
Karena angkutannya lagi pada Demo, aku pun mencari taksi yang lewat, untung aja taksinya cepet dateng, kalo ngag aku udah mati kepanasan.Nga berapa lama aku sampai di depan rumah, aku pun membuka Pagar dan berjalan menuju Pintu. Di depan Pintu aku pun menarik nafas sepanjang-panjangnya dan membuka Pintu dengan Perlahan.
Seketika suasana yang ribut terhenti, dan semuanya melihat kearahku. Mama pun langsung berlari kearahku dan memelukku.
“Nina, kamu darimana saja? Mama khawatir sekali, kamu gak kenapa-kenapa kan?” tanya Mama dengan nada cemas.
“Nina gak kenapa-kenapa kok Ma.” jawabku datar.
“Kenapa kamu pergi dari rumah? tanya Papa dengan suaranya yang khas.
“Abis, waktu Nina pulang sekolah Nina ngedenger Papa sama Mama bertengkar hebat, sampe ngomong cerai-cerai segala, Mama sama Papa juga biasanya ga pernah bertengkar kenapa kemarin bertengkar? Emangnya ada masalah apa? Apa yang Mama sama Papa sembunyiin dari Nina? Nina itu sekarang udah gede Mah, Nina bukan anak kecil lagi yang bisa di boongin.” tanyaku dengan nafas ngos-ngosan.
Suasana menjadi hening, Mama dan Papa tidak menjawab pertanyaanku, mereka berdua saling berpandangan. Tak lama kemudian, butiran air mata jatuh dari mata Mama, aku ga tega ngeliat Mama nangis. Melihat Mama menangis, Papa pun menenangkan Mama.
“Ma, kenapa Mama jadi nangis kaya gini? Ada apa sebenernya?” tanyaku penasaran.
“Udah saatnya kamu tahu yang sebenarnya.” ucap Mama.
“Maksud Mama apa? Apa yang Mama dan Papa sembunyiin dari Nina?” tanyaku dengan suara lantang.
“Nina, maafin Mama nak!” ucap Mama dengan tersendat-sendat sambil mengusap air mata yang jatuh.
“Maaf? maaf buat apa Mah? ada apa sih Ma?” tanyaku makin penasaran.
“Sebenernya Mama dan Papa udah sering berantem, tapi Mama dan Papa ga pengen kamu tau hal ini, Mama dan Papa takut menganggu sekolah kamu.” jelas Mama.
Mendengar perkataan Mama aku ga bisa bicara apa-apa lagi, mulutku terasa berat untuk berbicara, air mataku juga mulai menetes.
“Emangnya ada masalah apa sampai Mama dan Papa sering betengkar?” tanyaku sambil mengusap air mata.
“Sudah 1 tahun terakhir ini Mama dan Papa udah ga ada kecocokan lagi, kami sering betengkar.” ujar Papa dengan nada datar.
“Taapi, Mama dan Papa udah sama-sama selama 15 tahun, ga mungkin udah ga ada kecocokan lagi! Apa sih masalah utamanya sampai Mama dan Papa jadi kaya gini?”
“Tapi, ini beda masalahnya!” ucap Mama sambil berjalan mendekatiku.
“Beda gimana sih Ma?” tanyaku semakin penasaran.
“Beda sayang, kita berdua selalu beda pendapat, prinsip kita berdua juga udah berbeda, ini ga mungkin bisa dipertahanin lagi.” jelas Papa.
“Ga bisa dipertahanin lagi? maksud Papa apa?”
“Maksudnya, Perkawinan Mama dan Papa udah ga bisa dipertahanin lagi, satu-satunya jalan keluar adalah dengan bercerai.” ujar Papa menambahkan.
“Apa? CERAI?” teriakku dengan perasaan terkejut.
“Iya bener sayang.” jawab Mama yang mengelus-elus rambutku.
“Papa dan Mama ga bisa dong ngambil keputusan secara mendadak kaya begitu, konsekuensinya besar banget. Papa dan Mama ga mikirin perasaan Nina?” tanyaku sambil mundur dari jangkauan Mama, dan duduk di sofa.
“Papa dan Mama udah membicarakan ini sejak lama, Mama juga tidak ingin bercerai, tapi kita berdua udah tidak ada persamaan prinsip, Mama juga tidak ingin mengorbankan kamu, tapi mungkin ini jalan terbaik untuk keluarga kita.” Jawab Mama sambil menahan tangis.
“Udah berapa lama, Mama sama Papa nyembunyiin ini dari Nina?” tanyaku sambil menahan amarah.
“Sekitar 1 tahun, Mama dan Papa ngag mau bikin kamu sedih.” Ucap Mama.
“Tapi, kalau Papa dan Mama bercerai, kita ga bisa tinggal bareng-bareng lagi, kita ga bisa main bersama lagi, nanti Nina tinggal sama siapa Ma?”
“Kalau soal ini, Mama dan Papa sudah membicarakannya, Kamu akan tinggal bersama Mama, tapi kamu boleh bertemu dengan Papa kamu kapan pun kamu mau.”
“Apa ini udah keputusan akhir?” tanyaku dengan nada memelas.
“Maafin Papa dan Mama sayang, ini mungkin jalan terbaik untuk keluarga kita.” Jelas Papa.
Mendengar perkataan Mama dan Papa hatiku terasa seperti telah tertusuk busur panah, ingin rasanya aku mati ketika mendengarnya. Aku tak bisa membayangkan jika keluarga ini hancur, tidak ada lagi kebersamaan, kekompakan, dan kebahagiaan yang selama 15 tahun ini aku rasakan. Aku juga tidak bisa berbuat banyak, karena ini sudah keputusan akhir Papa dan Mama, aku hanya bisa menerima, walau rasanya sakit.
Siang pun berganti malam, seperti biasa kami makan malam bersama. Di tengah-tengah makan malam Papa pun berbicara.
“Nina, sekarang hari terakhir Papa tinggal disini.” ucap Papa sambil menatapku dalam-dalam.
“Lho, knapa Pah? Papa mau pergi kemana?” tanyaku sambil menelan makannanku.
“Mulai besok Papa dan Mama akan pisah rumah, Papa akan pindah ke Apartemen Papa, tapi Papa janji sama kamu, Papa akan sering-sering main kesini untuk nemuin Nina,” jawab Papa.
“Kok mendadak kaya gini? Emangnya ada apalagi?” tanyaku semakin bingung.
“Jadi begini, Papa dan Mama sudah mendaftarkan perceraian ke Pengadilan Agama, sidang pertamanya akan diadakan pada hari Senin besok. Jadi Papa ga mungkin tinggal dirumah ini lagi.
“Kenapa ga mungkin Pah, kan Papa sama Mama belum resmi bercerai kan?”
“Iya emang bener, tapi Apa kata orang kalo kita berdua masih tinggal serumah.” Jawab Papa.
“Oh, iya deh, Nina juga ga bisa berbuat apa-apa lagi, yang penting jangan telantarin Nina ya!”
Mama dan Papa pun tersenyum mendengar perkataanku, aku pun jadi ikut tersenyum. Itu adalah makan malam paling menggembirakan sekaligus makan malam terakhir di rumah ini. Andaikan Mama dan Papa tidak jadi bercerai, aku harap.
Sesudah makan aku pun masuk kembali ke kamar, ketika aku mau tidur, aku teringat bahwa besok adalah Ulangan Umum, aku belum menghafal banyak. Mana mata udah ngantuk, capek banget! Akhirnya aku memutuskan untuk membaca buku sebentar sambil tiduran. Aku lihat jam sudah menunjukan pukul 10 malam, aku putusin buat tidur dan menghafal lagi besok.
***************
Keesokan harinya aku bangun kesiangan, jadi ga keburu buat baca buku, aku juga ga sempat sarapan pagi karena saking terburu-buru. Biasanya pagi hari aku diantar oleh Papa ke sekolah, tapi berhubung Papa sudah pindah ke Apartemennya aku terpaksa berangkat sekolah naik angkutan umum. Sesampainya disekolah jam sudah menunjukan pukul 07.15, tidak seperti biasanya suasana sekolah sangat sepi, aku pun masuk ddan berjalan menuju ruanganku, karena takut Ulangan sudah dimulai, tetapi ketika aku sampai di kelas, semua bangku kosong, aku pun pergi melihat ruangan lainnya, dan ternyata semua ruangan sama seperti keadaan kelasku, kosong! Karena penasaran aku pun bertanya kepada penjaga sekolah yang sedang menyapu.
“Pak, murid-muridnya pada kemana ya, ga ada orang satu pun.” Tanyaku.
“Oh, gini de, kemarin itu ada pengumuman bahwa sekolah diliburkan selama satu minggu dan ulangan dimulai minggu depan, karena persiapan menjelang Ulangan Umum belum selesai.” Jawab Pak Penjaga.
“Oh, begitu ya Pak, terima kasih ya Pak!”
“Sama-sama de, emangnya ade ga dikasih tau sama teman ade?” tanya Pak Penjaga.
“Nga Pak, ga ada yang ngasih tau, kalo begitu makasih banyak ya Pak! Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“Kenapa temen-temen ga pada ngasih tau aku ya?” tanyaku dalam hati.
Mendengar ucapan Pak Penjaga, aku pun langsung pergi ke tempat persidangan perceraian Mama dan Papa, karena aku ga tau angkutan apa yang arahnya kesana, jadi aku pergi naik taksi. Sesampainya disana Pengadilan sudah dimulai, aku pun duduk di bangku ketiga. Sidang hari itu berlangsung cukup lama, karena aku bosan, aku pun keluar dari ruang sidang dan pulang kembali ke rumah.
Sesampainya di rumah aku melemparkan tubuhku diatas kasur. Aku pun memejamkan mata dan membayangkan apa saja yang terjadi dalam 2 hari terakhir ini, rasanya 2 hari terakhir ini seperti 1 tahun, rasanya lama banget. Hidupku berubah total Cuma dengan selang waktu 2 hari, aku ga habis pikir semuanya bisa kaya gini.
Setelah puas membayangkan apa saja yang terjadi, aku pun bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju Meja belajar, aku melihat hand phoneku yang mati karena kehabisan baterai. Aku pun mengambil cas handphone, dan mengecasnya. Aku pun menghidupkan Hpku, tak berapa lama handphoneku bergetar, banyak sekali sms dan miscal yang masuk, jumlahnya ada 10 sms dan 5 miscall, semuanya dari teman sekelasku. Ketika aku membacanya, semua isinya sama.
From : Sisil
Ulangan Umum diundur satu minggu gara-gara
Persiapannya belum selesai, jadi selama satu minggu ini kita
diliburin. Sebarin ke yang lainnya ya!
From : Nanda
Ulangan Umum diundur satu minggu gara-gara
Persiapannya belum selesai, jadi selama satu minggu ini kita
diliburin. Sebarin ke yang lainnya ya!
Ternyata teman-temanku sudah berusaha memberitahuku, aku ga kepikiran soal hand phone kemarin, aku hanya berpikir tentang perceraian Mama dan Papa. Tak berapa lama kemudian bel berbunyi, aku pun berjalan menuju pintu, dan membukanya. Ternyata Mama dan Papa. Mereka kelihatan senang sekali.
“Ada apa Ma, kok kelihatannya senang sekali?” tanyaku heran.
“Perceraian Mama dan Papa akan dipercepat, dan keputusannya akan dibacakan pada hari Rabu.” Jawab Mama dengan muka berseri-seri.
Mendengar ucapan Mama dan raut wajah Mama dan Papa, aku tambah yakin bahwa memang ini jalan keluar terbaik.
“Oh, bagus donk kalo begitu, tadi Nina juga kesana tapi karena bosan Nina pulang duluan ke rumah.”
“Kamu ga sekolah?” tanya Papa.
“Tadi Nina ke sekolah, tapi ternyata sekolah diliburkan untuk Persiapan Ulangan Umum selama seminggu, jadi Nina tadi mampir ke ruang sidang.” Jelasku.
“Oh, ya udah Papa pulang dulu ya,Dah Nina!” ujar Papa.
“Dadah Papa.”
2 Hari yang sangat melelahkan, tapi semuanya berakhir bahagia, walaupun keluargu ga bisa di pertahanin lagi, tapi aku tidak kehilangan kasih sayang kedua orangtuaku dan nilai-nilaiku disekolah bisa bisa aku selamatkan.
Thank’s God !
Maap kalo cerpennya Jelek... :-)
masiih dlam tahap belajar....
Selengkapnya...